Di masa nabi-nabi terdahulu, sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, ada seorang ahli ibadah yang menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah di tempat ibadahnya. Begitu gencarnya beribadah sehingga ia mencapai derajat keimanan yang tinggi, beberapa malaikat diijinkan Allah untuk mengunjunginya pagi dan sore hari, untuk menanyakan keperluannya.
Tetapi tidak ada yang dimintanya, kecuali sekedar makanan dan minuman untuk bisa membuatnya tetap kuat beribadah. Maka Allah menumbuhkan pohon anggur di tempat ibadahnya, yang buahnya bisa dipetiknya setiap kali ia membutuhkan. Jika merasa haus, ia cukup menadahkan tangan ke udara, maka akan mengucur air dari udara untuk minumannya.
Tetapi tidak ada keimanan yang sebenarnya, kecuali harus mengalami pengujian. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Ankabut ayat 2 dan 3, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Begitu juga yang terjadi pada sang ahli ibadah. Pada suatu malam datang seorang wanita sangat cantik, berseru di depan tempat ibadahnya, “Wahai pendeta, saya mohon pertolonganmu. Demi Tuhan yang engkau sembah, berilah aku tempat bermalam karena rumahku sangat jauh…!!”
Sebagai seseorang yang berakhlak mulia, segera saja sang abid berkata, “Naiklah, silahkan bermalam di tempat ini!!”
Wanita itu masuk ke dalamnya. Mungkin memang dikehendaki Allah untuk menjadi ‘batu ujian’ bagi sang ahli ibadah, tiba-tiba sang wanita merasakan cinta dan suka kepada sang ahli ibadah yang tampak sangat sederhana tetapi menenangkan itu, perasaan gairah yang menggelora seakan tidak tertahankan. Untuk menarik perhatian dan membangkitkan nafsu sang abid, wanita itu melepaskan semua pakaiannya, kemudian berlenggak-lenggok di depannya.
Sang ahli ibadah segera menutup matanya dengan kedua tangannya, dan berkata, “Kenakanlah kembali pakaianmu, janganlah telanjang!!”
Wanita itu berkata, “Saya sangat ingin bersenang-senang denganmu malam ini!!”
Bagaimanapun juga sang ahli ibadah itu masih lelaki yang normal. Nafsunya terbangkitkan ketika sepintas melihat keindahan tubuh dan mendengar keinginan wanita itu, karena itu terjadi perdebatan di dalam dirinya, antara akal sehat (kalbu)-nya dan nafsunya. Dan dengan kehendak Allah, wanita itu bisa ‘mendengarkan’ perdebatan tersebut.
Akal sehatnya berkata, “Bertaqwalah kepada Allah!!”
Sang nafsu berkata, “Ini kesempatan emas, kapan lagi engkau bisa bersenang-senang dengan seorang wanita yang secantik ini!!”
Akal sehatnya berkata, “Celaka dirimu, engkau akan menghilangkan ibadahku, dan akan merasakan kepadaku pakaian aspal dari neraka. Aku khawatirkan atasmu siksaan api neraka yang takkan pernah padam, siksaan yang tidak pernah terhenti, bahkan lebih berat dari semua itu, aku sangat takut akan kemurkaan Allah, dan kehilangan keridhaan-Nya…!!”
Tetapi sang nafsu terus saja merayunya untuk mau melayani keinginan wanita cantik itu. Ia terus merengek-rengek seperti anak kecil yang minta dibelikan es oleh ibunya. Akal sehatnya hampir tak mampu lagi mencegah rengekan sang nafsu itu. Maka sang ahli ibadah , yakni akal sehatnya, berkata kepada nafsunya, “Kini engkau semakin kuat saja, baiklah kalau begitu!! Aku akan mencoba dirimu dengan api yang kecil, jika engkau memang kuat menahannya, aku akan memenuhi keinginanmu memuaskan dirimu dengan wanita cantik ini!!”
Lalu sang ahli ibadah mengisikan minyak pada lampunya, dan membesarkan nyalanya. Sementara itu sang wanita cantik, yang bisa ‘mengikuti’ percakapan dalam diri sang ahli ibadah tampak was-was dan khawatir. Benar saja yang dikhawatirkan, sang ahli ibadah memasukkan jari-jari tangannya ke dalam api. Pertama ibu jarinya terbakar, kemudian telunjuk, menyusul kemudian jari jemarinya yang lain. Melihat pemandangan yang mengerikan itu, sang wanita tak kuat menahan perasaannya. Antara tidak tega dan mungkin ketakutan akan siksa neraka sebagaimana digambarkan oleh akal sehat sang ahli ibadah , kemudian ia menjerit keras sekali, begitu kerasnya hingga jantungnya berhenti berdetak dan ia meninggal seketika.
Begitu melihat wanita itu mati, nafsunya segera saja padam. Sang ahli ibadah menutupi jenazah wanita itu dengan kain dan ia mematikan lampunya. Tanpa memperdulikan tangannya yang sakit akibat terbakar, sang rahib meneruskan shalat dan ibadahnya.
Keesokan harinya, Iblis yang menjelma menjadi salah seorang penduduk kampung itu menyebarkan berita kalau sang ahli ibadah telah berzina dan membunuh wanita yang dizinainya. Kabar itu sampai di telinga sang raja, yang segera saja mendatangi sang ahli ibadah beserta pengawal dan bala tentaranya. Sampai di biara, sang raja berkata, “Wahai rahib, dimanakah Fulanah binti Fulan (yakni wanita cantik itu) ??”
Ahli ibadah berkata, “Ia ada di dalam biara!!”
Raja berkata, “Suruhlah ia keluar!!”
Ahli ibadah berkata, “Ia telah mati!!”
Raja berkata dengan murka, “Biadab sekali engkau ini, tidak cukup engkau menzinainya, bahkan engkau membunuhnya setelah itu!!”
Maka raja memerintahkan pengawalnya untuk menangkap dan mengikat sang ahli ibadah , tanpa mau mendengarkan alasan dan penjelasannya lebih lanjut. Mungkin fitnah yang disebarkan oleh iblis yang merupa sebagai penduduk kampung itu begitu hebatnya, sehingga sang raja tidak lagi mau mendengar penjelasan peristiwa itu dari sisi sang ahli ibadah . Mereka membawanya ke alun-alun dimana hukuman biasa dilaksanakan, jenazah wanita itu dibawa serta seolah-olah sebagai saksi atas kejahatan yang dilakukan kepadanya.
Dengan kaki, tangan dan leher terikat, sang algojo meletakkan gergaji di atas kepalanya. Ketika gergaji mulai membelah batok kepalanya, sang ahli ibadah sempat mengeluh pelan. Seketika itu Allah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi, sambil berfirman, “Katakan kepada ahli ibadah itu, janganlah mengeluh untuk kedua kalinya, karena sesungguhnya Aku melihat semua itu. Katakan juga kepadanya bahwa kesabarannya (sejak ia digoda sang wanita cantik hingga saat itu), telah membuat penduduk langit menangis, begitu juga dengan hamalatul arsy (malaikat penyangga arsy). Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, jika engkau mengeluh sekali lagi, tentulah akan Aku binasakan langit dan Aku longsorkan bumi!!”
Jibril segera turun dan menyampaikan firman Allah tersebut, maka sang ahli ibadah menahan dirinya untuk tidak mengeluh, sesakit apapun yang dirasakannya. Ia tidak ingin menjadi penyebab kemurkaan Allah, sehingga alam semesta ini hancur. Mulutnya terus mengucap dzikr dan istighfar hingga akhirnya malaikat maut menjemputnya.
Setelah sang ahli ibadah wafat, dan banyak sekali orang yang menghinakan dirinya, Allah berkenan mengembalikan ruh sang wanita itu untuk sesaat. Seketika itu sang wanita bangun, yang membuat orang-orang di sekitarnya, termasuk raja dan para pengawal serta bala tentaranya terkejut dan ketakutan. Wanita itu berkata, “Demi Allah, ahli ibadah itu teraniaya, dia tidak berzina denganku dan tidak pula dia membunuhku….”
Kemudian wanita itu menceritakan secara lengkap peristiwa yang dialaminya, dan ia menutup perkataannya dengan kalimat, “…kalau kalian tidak percaya, periksalah tangannya yang dalam keadaan terbakar!!”
Setelah itu sang wanita meninggal lagi. Mereka segera memeriksa tangan sang ahli ibadah , dan benar seperti yang dikatakan wanita tersebut. Mereka menyesal telah bersikap gegabah, sang raja berkata, “Andaikan kami mengetahui yang sebenarnya, tentulah kami tidak akan menggergaji engkau!!”
Mereka segera merawat dua jenazah tersebut dan menguburkannya dalam satu lubang. Setelah tanah mulai menutupi jenazah keduanya, tercium bau harum kasturi keluar dari lubang kubur tersebut. Kemudian terdengar hatif (suara tanpa wujud), “Allah telah menegakkan mizan (timbangan) dan mempersaksikan kepada para malaikat-Nya : Aku persaksikan kepada kalian semua, bahwa Aku telah mengawinkan mereka dan juga (mengawinkan ahli ibadah itu) dengan limapuluh bidadari di surga Firdaus. Demikian itulah balasan bagi orang-orang yang selalu waspada dan bersabar di jalan-Ku!!”